Hukum di Indonesia tajam ke bawah tumpul ke atas, salah siapa?



Jika membahas tentang penegakan hukum di Indoensia sebaiknya terlebih dahulu kita memahami arti dan maksud terciptanya hukum. Hukum adalah suatu kata baik tertulis maupun tidak tertulis yang memiliki makna tentang peraturan yang berisi perintah atau larangan yang dibuat oleh pihak berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaannya. Berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.
Di mana ada masyarakat di situ ada hukum. Bagaimanapun tingkat peradabannya, dari masyarakat, dengan peradaban yang paling tinggi, mempunyai sistem hukum yang dapat dibedakan, baik dari bentuk maupun isinya. Masyarakat yang telah maju menghendaki agar hukum positif itu sebanyak-banyaknya hukum yang tertulis, yaitu hukum undang-undang. Dengan alasan hukum undang-undang lebih banyak memberikan kepastian hukum daripada hukum yang tidak tertulis, yang disebut hukum kebiasaan. Hukum ada di seluruh dunia, di mana ada manusia disitu ada hukum.
Berbicara mengenai hukum di Indonesia saat ini, maka hal pertama yang tergambar ialah “ketidakadilan”. Sungguh ironis ketika mendengar seseorang nenek asal Situbondo, Jawa Timur yang diduga mencuri batang kayu jati milik Perum Perhutani dituntut hukuman 5 tahun, sedangkan para pihak yang jelas-jelas bersalah seperti koruptor yang merajalela di negara ini justru dengan bebas lalu lalang di pemerintahan. Jikapun ada yang tertangkap, mereka justru mendapatkan fasilitas yang tidak seharusnya mereka peroleh.
Contoh di atas adalah sebagian kecil dari hal-hal yang terjadi di sekitar kita.  Hal tersebut yang akhirnya membuat masyatakat di negara ini beranggapan bahwa hukum di negara kita tidak adil.
Dalam pasal 28 D ayat 1 yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Menurut saya, pasal tersebut adalah pasal yang paling sering dilanggar oleh penegak hukum. Karena masih banyak terjadi kejahatan atau kriminalitas yang terjadi di negara ini baik ringan maupun kategori berat, akan tetapi hukuman yang diberikan tidak setimpal dengan kejahatan yang telah mereka perbuat.
Saya berasumsi bahwa yang menjadi faktor terjadinya ketimpangan hukum di Indonesia antara lain:
1. Tingkat kekayaan dan jabatan seseorang.
Tingkatan kekayaan seseorang itu mempengaruhi berapa lama hukum yang ia terima. Sedangkan orang yang memiliki jabatan tinggi apabila mempunyai masalah terkait tindakan hukum, selalu penyelesaian masalahnya dilakukan dengan segera agar dapat mencegah terjadinya kasus hukum. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ngulur janji untuk menyelesaikan kasus tersebut.
2. Nepotisme
Mereka yang melakukan kejahatan namun memiliki kekuasaan atau peranan penting di negara ini dapat dengan mudahnya keluar dari vonis hukum. Ini sangat berbeda dengan warga masyarakat biasa yang akan langsung di vonis sesuai hukum yang berlaku dan sulit untuk membela diri atau bahkan mungkin akan dipersulit penyelesaian proses hukumnya.
3. Kurangnya ketidakpercayaan masyarakat pada hukum.
Ketidakpercayaan masyarakat pada hukum muncul karena hukum itu lebih banyak merugikannya. Di lihat dari yang diberitakan di media pasti masalah itu selalu berhubungan dengan uang. Seperti faktor yang di jelaskan di atas membuat kepercayaan masyarakat umum akan penegakan hukum menurun.
Dalam hal ini, penulis tidak berpihak pada apapun dan siapapun. Karena saat ini begitulah adanya fakta penerapan hukum yang terjadi di Indonesia. Entah itu salah penegak hukum, pejabat pemerintahan atau masyarakatnya, mari kita sebagai warga negara Indonesia untuk senantiasa menjaga dan mengikuti jalannya proses penerapan hukum di Negri ini, agar hukum dapat berperan secara maksimal di negara Indonesia tercinta ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata-kata Mutiara yang bermakna dalam

Contoh essai berjudul "kenapa saya ingin jadi jurnalis? "